TEMPO Interaktif, Jakarta: Adihutama Wirasatya, 9 tahun, kini mengenal gamelan. Bahkan, ia mampu menemukan melodi sendiri dari alat musik tradisional tersebut. Selanjutnya, siswa kelas tiga SD Ngimblak Klaten ini memahami konsep abstrak sama seperti teman-temannya. Pada saat yang sama, Vera – begitulah namanya – tidak bisa berbuat banyak di usia lima tahun. Jadi anak ini tidak bisa menahan diri untuk tidak marah dan menangis. Dia tidak bisa duduk, tidak bisa bicara, dan bahkan kesulitan buang air besar.
"Jelas saraf motorik halus dan kasarnya tidak berfungsi dengan baik," kata Tempo kepada ibunya, Lucy Catherine Isabella, 38, kemarin saat ponselnya berdering. Menurut Lucy, Vera didiagnosis dengan "gangguan spektrum autisme" ketika dia berusia 18 bulan.
Nah, setelah vonis itu, Lucy mencoba berbagai pilihan perawatan untuk bayinya. Dokter Vera pertama kali menyarankan operasi dubur sebagai solusi untuk masalah buang air besar. Padahal semua organ pencernaan normal dan asupan seratnya tinggi. Karena itu Lucy memutuskan untuk tidak mengikuti prosedur medis tersebut. Lulusan Universitas Sastra Inggris, Gaja Mada tidak hanya seorang dokter, tetapi mencoba psikoterapi pada tahun 1996 untuk membantu Veera dengan kemampuan bicara dan kontrol impulsnya. Namun akibatnya, anak tersebut praktis tidak berkembang.
Hingga Vera berusia 5,5 tahun, Lucy pernah tertarik ke Arogya Mitra Akupresur yang terletak di Dusun Ngemplak, Kalikotes, Klaten dan Jawa Tengah. "Itu berjalan dengan baik," kata Lucy. Baru dua bulan akupunktur Eko Tongono, anaknya sudah mulai mengeluarkan suara. Terus maju. Sejak bulan keenam, Vera sudah bisa berbicara seperti anak normal. “Bisa saja fesesnya normal,” jelas mantan wartawan itu kepada harian Ibu Kota.
Selain terapi, Lucy menjelaskan bahwa dia selalu mendorong anaknya untuk menjadi positif. Dia terus berkembang untuk sepenuhnya memahami anaknya. Lebih penting lagi, dia percaya pada yang terbaik dan tidak pernah menyerah. Alhasil, Vera kini tumbuh menjadi anak yang sehat jasmani dan rohani. Sebagai penghormatan kepada Ick Tangon, Maret lalu Lucy menulis buku berjudul From Bora Island to Rescuer of Hyperactive Autistic Children. Selain itu, Klinik Arogya Mitra Eko bertujuan untuk mengembangkan keterampilan anak autis dan hiperaktif.
Faktanya, Lucy bukan satu-satunya yang memiliki masalah seperti itu. Ada banyak orang tua lain yang mencari solusi untuk mengobati autisme anaknya. Salah satunya adalah presenter TV Mohammed Farhan, 39 tahun. Anak pertama mereka, Muhammad Redzki Khaled, 10 tahun, didiagnosis autis oleh dokter saat ia berusia 18 bulan.
Sejak saat itu, hal terpenting bagi Farhan adalah mempelajari aturan dasar Redzka. Misalnya bagaimana cara bersih-bersih sehabis dari toilet, pakaian dan makanan, katanya dalam pertemuan dengannya, misalnya, Kamis lalu usai acara Global Autism Care di Graha Sukafindo, Jakarta. hal yang baik. "Tidak mungkin ketika dia berusia 20 (dia masih dipukuli) oleh ayahnya."
Selanjutnya, suami Nani Rabiyani ini selalu menanamkan rasa percaya diri pada anaknya. Caranya adalah dengan membawa Ridzki ke tempat-tempat umum seperti mall. "Ada orang tua yang malu membawa anaknya keluar rumah," katanya, "bahkan ada yang menyembunyikan sesuatu." Akibatnya, anak menjadi semakin terisolasi dari lingkungan. Plus, itu tidak menutupi tujuan yang dapat dicapai anak Anda beberapa bulan setelah sekolah. Redzki sendiri kuliah di Global Mandiri School di Jakarta.
Rydzki saat ini ahli dalam klasifikasi hewan dan tumbuhan. Tidak hanya itu, ia juga mencatat lokasi setiap kota di peta dunia. “Makanya kami selalu menyempatkan untuk pergi ke kebun binatang saat ke Singapura atau Bali,” ujar penduduk asli Bogor ini. Menurut Farhan, jelas dengan pendampingan yang tepat, anak autis bisa memiliki kemampuan yang melebihi orang normal.
Ini sudah ada contohnya. Tengok saja barisan anak autis Oscar Jori Dombas, 29 tahun, yang berhasil meraih gelar sarjana sastra Inggris dari Sekolah Tinggi Pendidikan Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Oscar berhasil mempertahankan makalah penelitiannya yang berjudul "Semua Tenang di Front Barat" berdasarkan analisis konspirasi Eric Maria Remarque. Apalagi, pada tahun 2004, pemuda botak ini menerbitkan buku berjudul Autism Journey.
“Ke depan, saya akan menulis skenario tentang anak autis yang jatuh cinta,” ujarnya saat ditemui Temba di Graha Sukafindo, Jakarta, Kamis lalu. Menurut ayahnya, Jeffrey Dompas, 52 tahun, Oscar tidak mendapat perawatan apapun sejak kecil. Dia merasa dia hanya membutuhkan naluri dasar orang tua untuk mengerti. "Jadi bagaimana kita bisa memperlakukannya seperti anak normal?" katanya bersamaan.
Profesor Kumuddin Hidayat mengatakan anak-anak dengan autisme dapat memperoleh manfaat dari pendidikan yang lebih baik. “Pendidikan dapat meningkatkan harga diri anak autis,” ujarnya dalam kesempatan yang sama. Untuk itu, ia menekankan bahwa peran keluarga penting untuk kemajuan kognitif anak. Ia menekankan bahwa "keluarga adalah solusi bagi anak autis".
Hubungan:
http://www.autis.info/index.php/article-makalah/article/244-developing-kelahan-anak-autis
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pengaruh Kesehatan Mental
Dampak kesehatan mental pada dunia kehidupan Ketenangan hidup (ketenangan atau kebahagiaan batin) tidak hanya bergantung pada kondisi sos...
-
Pernikahan Kati Sharon Yang Terlihat Runtu Mewah Menuat Suasana Samakin Mary Deppadukan Dengan Warna Warna Kemilawu Gaun Pengatin Yan Kathy...
-
Kecacatan perkembangan, terutamanya dalam kalangan kanak-kanak yang mempunyai komunikasi, interaksi sosial dan autisme, menyebabkan kebanya...
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.